Cerita Dewasa Dengan Supir Yg Tak Tahan Ingin ML Bersamaku,
cerita perselingkuhan, cerita bokep selingkuh, cerita ngintip, cerita
selingkuh berhubungan badan 2017
Namaku Winie, umurku
sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Kedua
anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan
su`mi serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan
perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang.
Suamiku
sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar
negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila
suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi
sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku.
Hari-hariku
sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu
menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang
dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun
membantunya dalam pelajaran.
Namun semenjak tiga bulan setelah
anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan.
Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang
berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.
Aku
tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku
kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang
melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena
supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa
kuduga memperkosaku.
Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam
rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam
rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju
lantai dua dimana kamar utama berada.
Begitu kubuka pintu kamar,
aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk
dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga
tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat
aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias
kaca milikku.
Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat
tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip
perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar
seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku
menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan
kencangnya.
Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku
yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat
cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit
terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku
sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang
rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.
“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
“Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
Sepintas
kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang
hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat
jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di
luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin
kesana kemari.
Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan
terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang
dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur
selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu
sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.
“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
“Jangan..!”
jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku
menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas
ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung
menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.
Aku terus berusaha
meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya.
Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan
kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga
kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil
lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.
Begitu aku
mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku
dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku
berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun
jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku
tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka.
Namun aku terus
berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya.
Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku
kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi,
tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat
bergerak lagi.
“Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.
Rupanya
supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah
melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu
supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya
kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat
kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya.
Setelah
itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap
kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya
hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya
dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya
bersama dengan kaki kananku.
“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah
menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi
dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan.
“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7
malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan
tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus
mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku
merinding dan geli.
Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri
lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh
polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku
melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku
kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu
dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan
yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.
Tangan kirinya menahan
pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan
terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya
meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih
bersih itu.
“Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.
Namun Aris, supir mesum ku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.
“Ouh..
zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta
seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua
pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.
“Mass..
Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata
ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku.
Tangan
Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali
turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa
kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam
dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal
dan geli.
Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik
bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya,
apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan
lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk.
Entah siapa yang
memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah
beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup,
menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.
“Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah
berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu
tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan
kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada
henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum
itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil
punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.
Entah
mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur
aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali
seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang
merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah.
“Bruk..”
tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya
aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan
melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku.
Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat
dengan buas seperti orang yang kelaparan.
Mendapat serangan
seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta
erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat
sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri
berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku
terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif
itu.
“Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku
panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang
menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu
kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya
dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi
dalamnya.
“Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supir
mesum ku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan
menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
Setelah
puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang
montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah
dadaku yang ranum dan kenyal itu.
“Bu Winie.., saya entot sekarang
ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah
mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal
pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah
memaksa masuk belahan bibir vaginaku.
“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat
sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya.
Akhirnya
batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong
kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku. Beberapa saat lamanya,
supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak
lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya
ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi,
juga
dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati
gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa
bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat
sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..”
Tiba-tiba
suara supir mesum ku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan
panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung
lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku
yang langsung terhempas kesamping tubuhku.
“Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.
“Kamu
gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku
lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.
“Tenang
bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua
hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie
enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.
“Ouh..
jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris..” ucapku dengan
terkejut, ternyata diam-diam supir mesum ku sudah lama merencanakannya.
“Bagaimana Bu Winie..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
Wajahku
langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh
supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi
dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun
aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime
dua kali.
“Kok ngak dijawab sich!” tanya supir mesum ku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung
menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping
tempat ranjangku.
Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua
tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai
keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower
yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar
mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air
dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.
Melihat tubuhku
yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi
lalu Aris si supir mesum ku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di
sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.
Mata
supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia
mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang
seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun cair
yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai
menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku
lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku
yang kanan.
Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan
menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan
cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting
susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah
dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke
lenganku.
“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan
telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan
kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan
cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun cair itu menjadi
semakin berbusa.
Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh
tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah
pancuran shower. Usai membersihkan badan, supir mesum ku lalu
menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih
basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.
“Saya
akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supir mesum ku
melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar
kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara.
Sudah tiga tahun lebih
aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena
keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal
keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti
kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah
lama tidak kudapatkan lagi.
Entah mengapa perasaanku saat ini
seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti
hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja
walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal.
Supir
mesum ku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali
rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih
hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada
teralis ranjang.
“Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma
tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum
hujan tadi turun!” kata supir mesum ku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.
Mulanya
aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang
memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok.
Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa
terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
“Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”
Kalau
saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya
Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.
“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supir mesum ku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
Sejujurnya
aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak
permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara
seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)